Kemenkes: Waspada Peningkatan Obesitas Di Masa Pandemi COVID-19

Kemenkes: Waspada Peningkatan Obesitas Di Masa Pandemi COVID-19

Penulis : Desi Natalia Marpaung
Editor : Hanifah Sholihah

Sejak diumumkannya pandemi pada Maret 2020 lalu, pandemi COVID-19 telah tersebar di berbagai belahan dunia. Salah satu upaya sudah dilakukan oleh pemerintah dalam mengatasi masalah ini adalah kebijakan Work From Home (WFH) dengan mewajibkan segala aktivitas dilakukan dari rumah atau secara daring. 

Dengan adanya kebijakan WFH, masyarakat dituntut untuk mampu beradaptasi dengan kebiasaan baru ini. Kendati demikian, kebijakan pemutusan rantai penularan COVID-19 juga menghadirkan masalah tersendiri karena adanya perubahan gaya hidup dan juga kondisi di lingkungan masyarakat. 

Salah satu tantangan yang dialami adalah terjadi peningkatan kasus obesitas pada semua jenjang umur. Direktur Gizi Masyarakat Kementerian Kesehatan RI yakni dr. Dhian Dipo, MA menuturkan bahwa di masa pandemi ini peningkatan angka obesitas sangat tinggi. Hal ini dikarenakan adanya pembatasan untuk keluar rumah, yang secara tidak langsung menyebabkan waktu bermain gadget serta kebiasaan nyemil makanan ringan menjadi meningkat. 

Dampak Obesitas

Beberapa dampak kesehatan yang terjadi jika obesitas diantaranya:

  • Dampak Metabolik 
    Lingkar perut pada ukuran tertentu (pria > 90 cm dan wanita > 80 cm) akan berdampak pada peningkatan trigliserida dan penurunan kolesterol HDL, serta meningkatkan tekanan darah, keadaan ini disebut dengan sindroma metabolik. 
  • Dampak Penyakit Lain
    Peningkatan obesitas juga berdampak pada munculnya berbagai penyakit yang terdiri dari perburukan asma, osteoartritis lutut dan pinggul (berhubungan dengan mekanik), pembentukan batu empedu, sleep apnoea (henti nafas saat tidur), low back pain (nyeri pinggang), gangguan menstruasi, kanker payudara, penyakit jantung koroner, diabetes, hipertensi, hingga stroke. 

Upaya Cegah Obesitas

Berikut upaya yang dapat diterapkan untuk mencegah berbagai penyakit merusak masa depan:

  • Pola Makan
    Upaya pencegahan obesitas dengan memperhatikan jumlah, jenis dan jadwal makan dan juga pengolahan bahan makanan. Dalam satu piring makanan yang dikonsumsi harus terdiri dari karbohidrat, protein dan juga sayur serta buah-buahan, dengan takaran ¼ porsi piring sumber karbohidrat, ¼ porsi piring protein rendah lemak, lebih dari ¼ porsi piring sayuran, dan kurang dari ¼ porsi piring buah-buahan.
  • Pola Aktivitas Fisik
    Upaya pengelolaan dan pencegahan obesitas dapat dilakukan melalui peningkatan aktivitas fisik, yang gerakan nya kontinyu dengan gerakan intensitas rendah sampai sedang, sehingga terjadi peningkatan massa otot. Hal ini dilakukan untuk penyeimbangan kalori yang diterima dan dikeluarkan oleh tubuh.
  • Pola Emosi Makan
    Pencegahan obesitas dapat dilakukan dengan memahami pola emosi makan yakni kebiasaan makan dengan jumlah berlebihan dan cenderung memilih makanan yang tidak sehat yaitu tinggi gula, garam dan lemak. Oleh karena itu seseorang harus memahami takaran gula, garam, lemak, yang dibutuhkan oleh tubuh yaitu sekitar 50 gr gula, 5 gr garam, dan 67 gr minyak.
  • Pola Tidur/Istirahat
    Kurang tidur dapat menyebabkan hormon leptin terganggu, sehingga rasa lapar tidak terkontrol. Seseorang dianjurkan untuk tidur sebanyak 6-8 jam per harinya, namun jika kuantitas tidurnya tidak sesuai maka akan mempengaruhi keseimbangan yang memicu obesitas.  

Obesitas dapat menyerang siapapun dan tak pandang bulu. Namun kabar baiknya, obesitas dapat dicegah ketika seseorang mampu menyeimbangkan asupan kalori yang masuk kedalam tubuh dan juga kalori yang dikeluarkan oleh tubuh. Jangan jadikan masa pandemi sebagai alasan untuk bermalas-malasan, berbagai aktivitas fisik seperti olahraga tidak melulu harus keluar rumah, namun bisa juga dilakukan didalam rumah. 

Kurangi kegiatan yang sifatnya rebahan saja sebagai bentuk upaya pencegahan penularan virus dengan menjaga tubuh tetap sehat dan bugar.

Stay Safe and Stay Health!

Referensi:
Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan.2017.Panduan Pelaksanaan Tekan Angka Obesitas (GENTAS).
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.2018.Epidemi Obesitas. 

Siap Menyambut Sekolah Tatap Muka Kembali?

Siap Menyambut Sekolah Tatap Muka Kembali?

Penulis : Ayuc Shinta Indah Sari ; Editor : Hanifah Sholihah

Tak terasa, sudah satu tahun lebih pelaksanaan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) atau sekolah online dilakukan, Ada angin segar untuk yang sudah rindu dengan suasana kelas, yakni per Juli 2021 direncanakan sekolah tatap muka secara langsung akan dibuka kembali.

Hal tersebut ditargetkan oleh Nadiem Anwar Makarim selaku Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan persyaratan pemberian vaksinasi Covid-19 untuk tenaga pendidik sudah selesai pada Juni 2021. Pemerintah sendiri telah menargetkan pada akhir Juni sebanyak 5,5 juta tenaga pendidik guru dan dosen telah menerima vaksinasi Covid-19.

Kebijakan sekolah tatap muka hingga kini masih dalam tahap uji coba. Pelaksanaan sekolah tatap muka tidak dilaksanakan secara murni seperti sedia kala.

Teknis dari sekolah tatap muka ini dilaksanakan dengan membagi jumlah pertemuan tatap muka murid secara bergilir. Ada yang sekolah dengan tatap muka secara langsung dan ada yang sekolah dengan pembelajaran jarak jauh.

Sekolah yang melaksanakan tatap muka secara langsung harus menerapkan protokol kesehatan secara ketat, guna mencegah penularan Covid-19.

Kendati demikian, kebijakan sekolah tatap muka secara langsung dikhawatirkan akan menjadi sumber penularan baru bagi para pelajar, mengingat yang menjadi prioritas penerima vaksin Covid-19 masih hanya tenaga pendidik.

Daftar Pustaka :

Solahudin Gazali. 2021. Juli 2021 Sekolah Dibuka Kembali dengan Tatap Muka Tidak Murni. Gridhelath.id diakses pada 22 Maret 2021 di https://health.grid.id/read/352575955/juli-2021-sekolah-dibuka-kembali-dengan-tatap-muka-tidak-murni?page=2

Zubaidah Neneng. 2021. Sekolah Tatap Muka Kembali Dibuka Juli 2021, Ini Mekanisme dan Persyaratanya. Jabar.news.id. Diakses tanggal 22 Maret 2021 di https://jabar.inews.id/berita/sekolah-tatap-muka-kembali-dibuka-juli-2021-ini-mekanisme-dan-persyaratannya#:~:text=Sekolah%20Tatap%20Muka%20Kembali%20Dibuka%20Juli%202021%2C%20Ini%20Mekanisme%20dan%20Persyaratannya,-Neneng%20Zubaidah%20Rabu&text=JAKARTA%2C%20iNews.id%20%2D%20Menteri,pendidik%20selesai%20pada%20Juni%202021.

Makhluk Hidup Penghasil Sampah

Makhluk Hidup Penghasil Sampah

Penulis  : Ayuc Shinta ; Editor : Hanifah Sholihah

Manusia adalah makhluk hidup penghasil sampah. Apalagi di era saat ini, dimana pola hidup manusia cenderung konsumtif yang berakibat semakin menumpuk jumlah sampah yang dihasilkan setiap harinya.  

Data dari Kementerian Lingkungan Hidup yang bersumber dari Sistem Informasi Sampah Nasional (SIPN) mencatat timbunan sampah Indonesia mencapai 31.005.507,73 ton pada tahun 2020. Dari total sampah tersebut terdiri atas sampah sisa makanan 30,4%, sampah kayu/daun/ranting 17,3%, sampah plastik 16,6%, sampah kertas/karbon 11,1%, sisanya merupakan jenis sampah lainya. Dari jumlah tersebut hanya 45,83% atau 14.210.924 sampah terkelola, sisanya merupakan sampah yang belum terkelola.

Dari berbagai jenis, sampah rumah tangga menjadi sampah yang paling mendominasi dengan menyumbang 65,3% dari jumlah total jenis sampah.

Tingginya jenis sampah sisa makanan dan sumber sampah yang berasal dari rumah tangga, dapat ditarik kesimpulan bahwa jumlah sampah terbesar adalah sampah organik yang bersifat mudah busuk, apabila tidak dikelola dengan tepat.

Padahal sedari kecil, kita sudah memahami teori untuk mengurangi sampah melalui 3R, yakni Reuse, Reduce, dan Recycle. Nyatanya, sebagian besar masyarakat belum menyadari bahwa sampah adalah tanggung jawab bersama, yang tidak bisa diselesaikan oleh satu pihak saja.

Menurutmu sebagai lulusan kesehatan masyarakat, apa yang perlu dilakukan agar masyarakat sadar dan tergerak untuk melakukan upaya pengelolaan minimal di sekitar rumahnya?